PCIM Malaysia - Persyarikatan Muhammadiyah

PCIM Malaysia
.: Home > Artikel

Homepage

Haji Mabrur : Ibadah, Akhlak dan Perjuangan

.: Home > Artikel > Pimpinan Pusat
16 November 2011 14:41 WIB
Dibaca: 2548
Penulis : M. Arifin Ismail, Ketua PCIM Malaysia

“ Tiada balasan bagi haji mabrur kecuali surga “ ( Muslim )


Setiap jamaah haji, mengharapkan agar menjadi haji mambrur sebab dalam hadis disebutkan bahwa : “ Tiada balasan dari haji yang mabrur kcuali surge “ ( hadis muslim ) . Dalam hadis lain kedudukan haji babrur setelah jihad di jalan Allah, sebagaimana dinyatakan dalam hadis Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw ditanya, "Amal apakah yang paling utama?" Maka beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Haji mabrur." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini, dapat dilihat bahwa haji mabrur dihubungkan dengan jihad fi sabilillah. Mengapa demikian, sebab haji mabrur bukan hanya sekedar ibadah, tetapi juga memerlukan akhlak yang mulia, manajemen yang rapi dan perjuaangan yang keras sebagaimana yang diperlukan dalam suatu perang dan jihad.

Mabrur berasal dari kata kata "barra-yabirru- mabrur”  yang berarti berbuat kebaikan, kebajikan dan berbakti. Kita sering mendengar kata-kata "Birrul Walidain" yang berarti berbuat baik dan berbakti kepada kedua orangtua. Kata-kata "Mabrur" dalam tatabahasa Arab berarti orang yang melakukan kebaikan dan kebajikan. Oleh karena itu haji yang mabruur adalah  haji yang dapat menghayati makna-makna yang tersirat dalam ibadah haji dalam sikap dan tindak tanduk sehari-hari di tengah kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Haji  Mabrur merupakan sikap hidup, kepribadian, dan akhlaq yang dapat menjadi uswah hasanah, contoh teladan bagi masyarakat. Rasulullah saw bersabda : Haji yang mabrur  tiada balasannya kecuali surga. Sahabat kemudian bertanya kepada Rasul : Apakah yang dimaksud dengan haji mabrur tersebut. Rasul menjawab : "Ucapan yang baik dan memberi makan". Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa haji mabrur adalah sikap berbuat baik dan kebajikan kepada masyarakat. Maka haji mabrur adalah pribadi yang teladan, pribadi yang dapat menjadi rahmat , pribadi yang dalam sikap hidupnya dapat memberikan kehidupan surgawi baik kepada keluarga, kepada tetangga, kepada masyarakat. Dalam hadis lain disebutkan bahwa mereka yang baru pulang  haji, bagaikan bayi yang baru lahir tanpa noda dan dosa.  Berarti haji  mabrur setelah pulang dari tanah suci akan menampilkan kepribadian yang bersih dari cela dan noda. Kehadiran merera diharapkan laksana sabun pembersih yang dapat membersihkan segala kekotoran, kemungkaran, dan kemaksiatan di tengah masyarakat. Mengapa demikian..? Karena mereka adalah manusia pilihan yang telah menyaksikan dan mengadakan nipak tilas bagaimana perjuangan Rasulullah dan Rasul-rasul yang lain melakukan dakwah untuk amar makruf dan nahi munkar.

JIka kita meneliti perjalanan haji di tanah suci, maka jamaah haji harus memfokuskan kepada tiga hal yaitu : ibadah, akhlak dan perjuangan. Ibadah, selama di tanah suci, jamaah haji akan disibukkan dengan ibadah di masjidil haram, dan di masjid nabawi, dimana pahala ibadah di masjid haram adalah seratus ribu kali daripada masjid yang lain, sedangkan di masjid nabi seribu kali lebih daripada masjid yang lain. Jamaah haji disibukkan dengan segala bentuk ibadah, dari thawaf, shalat berjamaah, shalat sunat, membaca alquran , berzikir , dan lain sebagainya. Disaat yang sama dengan jumlah manusia yang berjuta,juta dengan berbagai budaya dan pebedaan, mereka berdesak-desak, berinteraksi dengan jamaah lain, maka dalam melakukan ibadah tersebut jemaah haji harus memperhatikan akhlak yang mulia, ditengah keramaian manusia. Keseimbangan antara melaksanakan ibadah kepada Allah dengan tetap menjaga akhlak yang mulia ditengah keramaian, merupakan latihan dalam haji. Ditambah lagi , untuk mencapai masjididl haram sebagian jemaah terpaksa menembuh perjalanan yang melelahkan dari tempat pondokan, dengan kemacetan lalulintas, malah ada yang berjalan kaki setiap akan ke masjid dari tempat yang jauh, itu merupakan perjuangan yang memerlukan stamina dan kesabaran, serta kekuatan badan yang prima.

Demikian juga sewaktu jamaah haji wukuf di arafah, semuanya berkumpul di tempat yang sama dalam waktu yang sama dengan alam yang penuh tantangan, dengan tempat yang terbatas di dalam tenda, dan fasilitas sanitari yang sangat minim. Di Arafah jamaah berzikir, bertafakkur, di tengah keramaiaan manusia dan harus segera bergerak cepat setelah sore hari menuju muzdalifah secara serentak, demngan berjalan kaki dan menaiki bis yang berjalan dengan perlahan. Jutaan manusia bergerak di malam hari untuk mabit ( bermalam ) di Muzdalifah, di alam terbuka. Sehinga setiap tempat padang pasir, dan gunung batu dipenuhi oleh jemaah haji yang ingin beribadah mabit, di tengah kegelapan malam, tanpa tenda, hanya beralaskan tikar apa adanya, merupakan latihan perjuangan yang diperlukan oleh umat setelah jemaah haji pulang ke tanah air.

Setelah tengah malam, jutaan manusia yang bertebaran di seluruh kawasan muzdalifah, bergerak bersama menuju mina untuk melakukan lontar jamrah aqabah, bergerak bersama-sama dengan berjalan, dan berkenderaan, hanya untuk memenuhi rukun ibadah melontar jumrah. Jamrat yang bertingkat, walaupun melapaangkan jamaah dari berdesak-desak, tetapi untuk melakukan lontaran tersebut jamaah perlu berjalan jauh, sehingga memeerlukan stamina yang kuat., Di malam hari, jamaah di mina, mabit (bermalam) baik mereka yang di tenda-tenda yang telah dipersiapkan, maupun tenda sederhana dal alas mabit dari tikar memenuhi seluruh kawasan mina, sampai sebagian mereka mabit dan tidur di tepi jalan, dan di lereng-lereng gunung batu yang curam.

Dapat dibayangkan jemaah haji dari hari wukuf berkumpul di Arafah, kemudian bergerak dalam waktu yang sama berjalan sekitar 8 kilometer menuju muzdalifah, berhenti untuk mabit memenuhi seluruh kawasan sehingga gunung muzdalifah tertutup oleh badan-badan manusia yangs edang mabit, setelah tengah malam, jemaah yang sedang mabit, semuanya bergerak bersama-sama menuju mina yang berjaran dua kilo meter dari muzdalifah, untuk melakukan lontaran jumrah.Jutaan jamaah dengan kekuatan iman, dapat bergerak menaklukkan gurun pasir yang gersang dan penuh tantangan, dengan waktu yang terbatas, dalam gerak yang cepat. Ini semua merupakan latihan perjuangan, sehingga dapat dibayangkan jika seandainya jemaah haji tersebut sepulang dari tanah suci dapat bergerak dengan cepat, tabah dan sabar dalam menghadapi segala tantangan, siap menghadapi setiap perlawanan sebagaimana mereka siap menghadapi musuh di Mina yang dilambangkan dengan melontar jumrah, bergerak bersama-sama, ini merupakaj kekuatan umat yang sangat hebat.

Setelah melontar jamrah aqabah, jemaah haji mabit di Mina , baik di kemah-kemah maupun di setiap tempat yang dowong, ada yang di tepi jalan, di kolong jembatan, malah ada yang di bawah bus dan truck, di samping w.c, di setiap pojok semuanya mabit untuk beribadah, berdambingan dengan segala macam bangsa, dengan warna kulit, budaya, sikap dan tingkah laku. Kemudian setalah waktu dzuhur, semuanya segera bergerak untuk melontar jamrah ula, wustha, dan aqabah, ada yang menuju escalator dan ada yang berjalan menuju ketempat melontar. Ibadah, akhlak dan perjuangan diperlukan selama jamaah berada di Mina baik sewaktu melontar maupun sewaktu melakukan mabit.

Setelah melontar jumrah, seluruh jamaah haji bergerak menuju Makkah, ada yang berjalan kaki, dan sebagian besar manaiki kenderaan, seluruh jalan penuh sehingga untuk mencapai Makah yang berjaran hanya sekitar 8 kilo meter tersebut sebagian kenderaan mengalami kemacetan total sehingga 5  sampai 7 jam. Semuanya menuju Masjidil haram untuk melakukan thawaf ifadhah, sehingga kawasan tawaf baik yang berada di bawah, disamping ka’bah, sampai ke lantai atas, di atap Masjidil haram penuh sesak oleh jamaah yang akan melakukan thawaf dan sai.

Seluruh jamaah haji yang telah ditempa dengan ibadah dengan penuh kekhusyukan disebabkan keadaan dan tempat jemaah yang selalau ingin mendekatkan diri kepada Allah di sekeliling Ka’bah, dengan penuh kecintaan kepada Allah sebagaimana keinginan mereka untuk mencium hajaral aswad, disamping dilatih untuk berakhlak mulia di tengah perbedaan karakter dan kultur umat yang dating dari segala penjuru dunia, dan dilatih dengan perjuangan dengan kondisi alam yang begitu keras, dengan pengaturan waktu dan manajemen yang harus dilaksanakan dengan baik, Ini semua merupakan modal utama untuk mendapatkan haji mabrur, pribadi yang akan tetap beribadah, berakhlak mulia dan berjuang di tengah masyarakat sekembalinya mereka ke tanah air. Semoga jemaah haji dapat menjadi haji mabrur. (red:NlH)


Tags: PCIM , Cabang , Istimewa , Malaysia , Buletin , Haji
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : Buletin Jumat

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website