PCIM Malaysia - Persyarikatan Muhammadiyah

PCIM Malaysia
.: Home > Berita > Halaqah Muhammadiyah Malaysia: Inilah Karakter Umat Muhammad SAW

Homepage

Halaqah Muhammadiyah Malaysia: Inilah Karakter Umat Muhammad SAW

Rabu, 31-03-2013
Dibaca: 2223

Kuala Lumpur--Muhammadiyah adalah nama organisasi yang paling indah. Tidak ada namaorganisasi Islam di dunia ini yang seindah Muhammadiyah. Indah disebabkan penamaan persyarikatan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan satu abad yang lalu dinisbatkan kepada tokoh besar umat Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW. Jika namanya sudah indah didengar, senang diucapkan, maka diharapkan perilaku dan gerakan dakwah organisasi Muhammadiyah ini juga terlihat indah, yaitu tampil secara istiqomah dalam perjuangannya menegakkan prinsip-prinsip Islam, menebarkan kasih sayang, melindungi yang lemah dan memberikan manfaat kepada orang lain. Itulah di antara karakter umat Muhammad SAW.

Demikianlah ungkapan Prof. Dr. Sohirin Solihin, dosen Universitas Islam Antarbangsa (UIA) Malaysia dan juga penasehat Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia ketika mengawali  ceramahnya pada acara pengajian rutin PCIM, Ahad 31 Maret 2013 di Masjid Asy-Syakirin KLCC, Ampang Kuala Lumpur.

 

Menurut keterangan yang disampaikan oleh Ketua PCIM Malaysia. ustaz Arifin Ismail, MA., bahwa pada awalnya pengajian ini dinamakan “Pengajian Taman”, karena diadakan di kawasan-kawasan taman yang ada di sekitar kota Kuala Lumpur. Namun belakangan ini, forum halaqqah ilmu yang digelar setiap bulan oleh PCIM Malaysia tersebut diadakan di masjid-masjid, mengingat  aura politik menjelang pemilihan raya di Malaysia sudah mulai terasa.

 

Sehingga atas inisiatif Bagian Dakwah PCIM, nama forum ilmu ini diberikan penambahan kata, yaitu menjadi “Pengajian Taman Surga”.  Karena sebuah nama itu sarat mengandung do’a, maka mudah-mudahan disamping memperoleh bekal ilmu pengetahuan,  jemaah yang selalu mengikuti pengajian ini kelak dapat berkumpul bersama-sama  didalam surga yang telah dijanjikan Allah SWT.

 

Pengajian yang dihadiri oleh sekitar 40 jemaah tersebut mengambil tema, “Dzikir dan Realitas Sosial”. Dalam pembahasannya, ustaz Sohirin mengutip sebuah ayat al-Qur’an, yaitu ayat terakhir daripada surah al-Fath.  Di mana ayat ini menyebutkan empat karakter yang harus dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW.

 

Pertama, asyidda ‘alalkuffar (bersikap keras terhadap orang-orang kafir), yaitu tidak mengenal kompromistis dengan orang-orang kafir yang tidak mengenal halal dan haram. Jadi, bersikap keras dalam ayat ini bukanlah berarti umat Islam harus bersikap radikal terhadap kelompok non Muslim, tapi maknanya adalah bahwa umat Islam harus berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai ajaran Islam serta mengamalkannya secara utuh.

 

Dalam sebuah perjuangan dan keteguhan memegang prinsip ini, beliau mencontohkan sosok Said Qutub sebagai pribadi Muslim yang patut diinspirasi dan diteladani. Saksi sejarah menyebutkan, bahwa Said Qutub dituduh sebagai salah seorang yang akan membunuh Gamal Abdul Naser, penguasa Mesir pada waktu itu. Sebelum dieksekusi hukuman gantung, Gamal Abdul Naser telah mengirim orang  kepercayaannya kepada Said Qutub untuk melakukan kompromi. Isi kompromi itu adalah bahwa Said Qutub akan dibebaskan dari hukuman mati jika ia bersedia untuk menyatakan pengakuan dirinya tentang rencana pembunuhan tersebut. Sehingga ketika utusan Gamal tersebut meminta dirinya untuk menulis pernyataan itu, Said Qutub berkata, “Telunjuk tanganku ini tidak akan pernah menuliskan sesuatu perbuatan yang tidak pernah akulakukan.”

 

Kedua, ruhamabainahum (menebarkan kasih sayang terhadap sesama). Umat Islam dituntut untuk menebarkan kasih sayang terhadap sesama mereka, membela yang lemah, meringankan kesusahan saudaranya dan memberikan manfaat kepada orang lain. Tentu semua itu harus dilakukan dengan penuh ketulusan hati, tanpa pamrih dan tanpa embel-embel yang sarat dengan kepentingan sesaat pribadinya. Karakter yang menunjukan keikhlasan ini bisa dilihat dari perjuangan tokoh-tokoh pemimpin Muhammadiyah terdahulu yang hidup sederhana, tetapi gigih dan ikhlas dalam berjuang, berdakwah, dan berorganisasi.

 

Oleh sebab itu, dalam menanamkan nilai-nilai kasih sayang ini, KH.Ahmad Dahlan mengajarkan surah al-Ma’un kepada murid-muridnya secara berulang-ulang. Tidak lain, ini bertujuan agar nilai kasih sayang ini tidak sebatas kata-kata, tetapi dibuktikan dengan aksi nyata, seperti gemar membantu orang lain, khususnya membantu dan menyantuni kaum dhu’afa, baik keperluan pendidikannya, pakaiannya, makanannya dan keperluan asas lainnya.

 

Makanya, organisasi dakwah Muhammadiyah yang didirikan KH.Ahmad Dahlan ini tetap eksis dan semakin bertambah besar sampai sekarang, salah satu penyebabnya adalah karena konsep ruhama  bainahum yang berhasil ditampilkan oleh setiap genarasi pemimpinnya.

 

Ketiga, dzikrullah (mengingat Allah).Allah dan rasulNya telah memerintahkan umat Islam supaya banyak berdzikir kepada Allah SWT. Ayat al-Qur’an serta hadits Nabi Saw banyak menjelaskan tentang keutamaan dan pentingnya dzikir. Jadi, ciri umat Muhammad selanjutnya adalah senantiasa mengingat Allah SWT, seperti menunaikan shalat, puasa, ibadah haji, membaca dan mendalami pemahaman al-Quran, shalat malam dan bentuk-bentuk dzikir lainnya.

 

Orang yang tidak pernah berdzikir kepada Allah, kehidupannya akan selalu diliputi rasa gelisah, resah dan jauh dari ketentraman jiwa. Kegiatan dan tugas-tugas yang menjadi rutinitasnya seolah-olah beban berat yang membuat dirinya susah, cape dan stres. Tetapi jika diikuti dengan dzikir kepada Allah, semua permasalahan dan segala kegiatan rutinitasnya tersebut dapat dihadapi dengan penuh ketenangan dan kemudahan. Bahkan ia menjadi sesuatu yang menyenangkan, karena setiap kegiatan dan pekerjaan yang dilakukannya tersebut dipandang sebagai bentuk ibadah dengan tujuan semata-mata mencari karunia Allah dan ridhaNya. Oleh sebab itu, dalam sebuah ayat Qur’an disebutkan, bahwa dengan berdzikir atau mengingat Allah SWT, hati seorang mukmin itu akan menjadi tenang dan tentram.

 

Namun, ibadah dzikir ini tidak hanya dimaknai dengan dzikir syafawi (lisan) saja, tetapi perlu dimaknai dengan dzikir yang lebih luas, yaitu dzikir fi’li yang melahirkan watak dan prilaku yang baik dan terpuji ketika bergaul di tengah lingkungan kehidupan masyarakat yang kompleks dengan tanpa sifat kepura-puran. Artinya, prilaku baik di dalam masjid harus sesuai dengan prilaku di luar masjid. Menunaikan shalat atau berkali-kali pergi ibadah haji dan umrah akan menjadi sia-sia, jika mu’amalah dan kehidupan sehari-harinya masih jauh dari prinsip nilai-nilai ibadah tersebut. Atau dzikir ritualnya rajin, tetapi ketika mereka mendapat kepercayaan untuk menjadi pemimpin atau publik figur, tidak sedikit di antara mereka yang gagal memikulnya dikarenakan terpedaya oleh syahwat dunia yang menggiurkan. Menipu, berdusta, khianat, inkar, korupsi, suap dan prilaku buruk lainnya sudah dipandang sebagai suatu perkara remeh dan masih marak dilakukan oleh para pemimpin dan pejabat kita saat ini.

 

Keempat, Simaahum  fi Wujuhihim  min Atsaris Sujuud  (terdapat tanda bekas sujud pada wajah mereka). Maknanya, bahwa wajah umat Muhammad SAW akan memancarkan cahaya putih disebabkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Jadi, dzikir ritual yang disertai aktivitas sosial kemanusian inilah yang menyebabkan wajah pelakunya bercahaya, yaitu pada air mukanya kelihatan kekuatan iman dan kesucian hatinya.

 

Seandainya keempat karakter tersebut ada pada diri setiap individu Muslim, khususnya para pemimpin dan tokoh umat Islam, niscaya jalan untuk mencapai kembali kegemilangan dan kejayaan umat Islam akan terbuka lebar, selebar-lebarnya. (Bidang Dakwah PCIM Malaysia).

 

Berita terkait:


Tags: PCIM, Cabang, Istimewa, Kuala Lumpur, Malaysia
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Pengajian Taman



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website